'
Kontestasi politik Indonesia untuk meraih atau memengaruhi distribusi kekuasaan kian sengit dan kontroversial. Manuver dan intrik politik seputar pilpres menjustifikasi dan mereanimasi strategi Machiavellian. Politik hanya bersasaran merebut atau mengamankan kekuasaan. Semua aspek lain disubordinasikan sebagai sarana. Tujuan wajib menghalalkan segala cara.
Machiavelli sepertinya mengeluarkan politikus dan penguasa dari koridor etika. Nafsu berkuasa tak harus mengindahkan hukum dan moralitas. Politik dan moral mesti dipisahkan. Tolok ukur kiat agen politik bukanlah baik-buruk atau benar-salah, melainkan efisiensi dan efektivitas membasmi saingan dan menyabet hegemoni.
Wacana substansial serupa ditemukan dalam esai ”Truth and Politics” (1967) Hannah Arendt: tak seorang pun yang sangsi, kebenaran dan politik berkorelasi buruk. Hemat Niklas Luhmann, geliat politik bukan untuk menemukan kebenaran, melainkan mengegolkan kekuasaan. Kebenaran bukan urusan politik, melainkan berkaitan dengan ranah ilmu pengetahuan, hukum, jurnalistik, serta sejarawan dan profesi lain.
Dampaknya, para politikus tak serius memakai fakta untuk memperkuat argumen. Fakta termasuk bagian kebenaran yang tak bisa diubah sehingga aktor politik berupaya memanipulasinya. Kritik dan tuduhan penyelewengan dianggap riak kecil yang bisa diredakan, tak di tanggapi serius. Anjing menggonggong, kafilah berlalu.
Mengacu tesis ini, kita tak boleh berharap para politikus selalu mengatakan kebenaran seputar modus operandi politik.
Mengacu tesis ini, kita tak boleh berharap para politikus selalu mengatakan kebenaran seputar modus operandi politik. Mereka tak selalu harus mengatakan yang sebenarnya karena kejujuran total, jalur benar dan legal, bisa berkonsekuensi fatal dan sangat merugikan.
Politikus tak takut memutarbalikkan atau membumbui fakta demi kejayaan politik. Otto von Bismarck menegaskan, kebohongan sangat masif menjelang pemilu, selama perang, dan setelah berburu. Kejujuran dan kebenaran melakoni peran sekunder dalam krida politik. Kebohongan jadi instrumen legitimasi dalam arena politik.
Kepercayaan publik
Kebohongan dianggap lumrah. Ia bukan komponen asing dalam pola komunikasi politik. Komunikasi politik umumnya komunikasi kekuasaan yang berfungsi menegaskan diri dan mengonsolidasi koalisi.
Kebohongan dalam politik lazimnya menyangkut pernyataan dan aksi yang dirancang. Yang dikomunikasikan ke publik berbeda dengan yang sebenarnya, yang ada di balik layar. Kebohongan politik berada pada level seni bertutur dan bermain.
Langkah politik biasanya bercorak utilitaris dan pragmatis, yang memperbolehkan kebohongan demi mencegah kerugian signifikan. Immanuel Kant mengatakan, kebohongan tak pernah boleh dibenarkan. Menurut dia, pembohong melanggar imperatif sosial, yakni setiap orang berhak jujur kepada orang lain. Ia mempromosikan budaya politik yang jujur. Kejujuran adalah praksis politik ideal.
Meski kebohongan sistematis relevan dan efektif untuk sistem otoriter, budaya kebohongan jadi masalah serius bagi demokrasi. Demokrasi dikonstruksi di atas kepercayaan, kontrol, dan transparansi. Demokrasi berlandaskan kepercayaan resiprokal warga dan pemimpin. Budaya dan praktik kebohongan mengeruhkan relasi ini. Hilangnya kepercayaan warga mengakibatkan alienasi dan apatis politik. Rasa dibohongi merusak budaya politik dan membahayakan stabilitas demokrasi.
Aneka komponen penyokong demokrasi harus berani membongkar kebohongan, agar tercipta sanksi publik atas aktor politik yang licik. Kesinambungan demokrasi yang sehat butuh budi daya spirit kejujuran. Protagonis politik dan kekuasaan bertanggung jawab atas progres budaya politik yang jujur di tengah godaan kebohongan yang profitabel.
Perlu diingat, orang jujur belum tentu bodoh. Rakyat akan sangat respek terhadap figur publik yang jujur. Kebohongan hanya berfungsi efektif jika terdapat warga yang membiarkan diri dibohongi atau menoleransi kebohongan. Di sini sangat urgen porsi skepsis yang sehat terhadap komunikasi politik.
Warga hendaknya mengasah kompetensi untuk mendiferensi informasi dan melihat manuver yang dipresentasikan secara kritis. Kiprah politik kebohongan harus dijawab dengan ketidakpercayaan. Tujuan yang baik dan luhur sekalipun tak boleh diizinkan menghalalkan cara di negara hukum yang demokratis. Demokrasi dan respek menagih kejujuran.
Politikus ditantang berani bersikap jujur, apa pun konsekuensinya. Michel de Montagna mengatakan, ”Pribadi yang jujur lebih memilih kehilangan kehormatan ketimbang kehilangan nurani yang bersih.”
Penulis : Fidelis Regi Waton
Pengajar Filsafat di KHKT, Jerman
![]() |
DKPP RI Putuskan Rehabilitasi Nama Baik Rahmat Bagja Terkait Dua Perkara Selasa, 5 Desember 2023 | 16:44:00 WIB |
![]() |
Jangan Bandel Ya! Bawaslu 'Pelototi' Penggunaan Dana Kampanye Pemilu 2024 Selasa, 5 Desember 2023 | 15:38:00 WIB |
![]() |
Anggota Komisi II DPR Tolak Usulan Pemerintah Tentang RUU DKI Jakarta Yang Inginkan Gubernur Dipilih dan Ditunjuk Oleh Presiden Selasa, 5 Desember 2023 | 15:28:24 WIB |
![]() |
Berikut Daftar 7 Hakim Agung MA Yang Disetujui Dalam Paripurna DPR Hari ini Selasa, 5 Desember 2023 | 15:15:38 WIB |
![]() |
Bawaslu Inginkan Pemilih Pemula jadi Aktor Utama Pengawasan Pemilu 2024 Selasa, 5 Desember 2023 | 14:41:00 WIB |
![]() |
Bahas Izin Mendirikan TPS, KPU Rakor Bersama PPLN Hong Kong dan Makau Selasa, 5 Desember 2023 | 13:35:00 WIB |
![]() |
KPU Pastikan Debat Capres-Cawapres 2024 Pertama dan Terakhir di Kantornya Selasa, 5 Desember 2023 | 12:31:42 WIB |
![]() |
TNI Integratif Bersinergi Dengan Kementan RI Dukung Ketahanan Pangan Wujudkan Swasembada Pangan Selasa, 5 Desember 2023 | 12:16:30 WIB |
![]() |
Kontroversi Pernyataan Politisi PSI Ade Armando Mengenai Politik Dinasti DIY Selasa, 5 Desember 2023 | 12:03:52 WIB |
![]() |
Jadwal Pengumuman Hasil Tes PPPK 2023 dan Tahapan Selanjutnya yang Wajib Diikuti Selasa, 5 Desember 2023 | 11:47:11 WIB |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Duh, Gibran Kepleset Sebut Asam Folat Jadi Asam Sulfat Selasa, 5 Desember 2023 | 11:16:00 WIB |
![]() |
Kejakgung Ingatkan Aparatur Desa Harus Netral dalam Pemilu 2024 Selasa, 5 Desember 2023 | 00:13:00 WIB |
![]() |
Gibran Bagi-Bagi Susu di CFD Sudirman-Thamrin, Bawaslu Jakarta: Tidak Boleh! Senin, 4 Desember 2023 | 18:49:00 WIB |
![]() |
Usai Dikunjungi Kaesang, Dokter Cantik Ragilda Rachma Optimis Sukses Melenggang ke Senayan Senin, 4 Desember 2023 | 18:18:33 WIB |
![]() |
Kunjungi Kota Malang, Kaesang Ajak Influencer Sosialisasikan Prabowo-Gibran Senin, 4 Desember 2023 | 18:03:10 WIB |
![]() |
Ogah Kebobolan Pelanggaran Pemilu 2024, Bawaslu 'Gercep' Bentuk Tim Pengawasan Kampanye Senin, 4 Desember 2023 | 17:57:00 WIB |
![]() |
KPU Tekankan Lembaganya Tidak Pernah Merencanakan Hapus Debat Cawapres Senin, 4 Desember 2023 | 17:44:00 WIB |
![]() |
KPU Akui Muncul Pembahasan Kehadiran Capres-Cawapres Dalam Debat Secara Bersamaan Senin, 4 Desember 2023 | 16:39:00 WIB |
![]() |
Informasikan Polri-KPU, BSSN Serahkan Laporan Investigasi Forensik Digital DPT Pemilu Senin, 4 Desember 2023 | 15:36:00 WIB |
![]() |
Komisi II DPR Tegaskan Honorer Bekerja Lima Tahun Harus Diangkat PPPK Senin, 4 Desember 2023 | 14:32:22 WIB |
![]() |
Jelang Masa Jabatannya Berakhir, Jokowi Minta Pembangunan di Daerah Selaras dengan Pusat Rabu, 29 November 2023 | 14:08:05 WIB |
![]() |
Pemerintah Berencana Beri Insentif Lebih Bagi Guru Yang Ditugaskan di Daerah Tertinggal Selasa, 28 November 2023 | 15:38:13 WIB |
![]() |
Masuki Masa Kampanye, Bawaslu Imbau Peserta Pemilu Lebih Kedepankan Visi-Misi Senin, 27 November 2023 | 15:49:00 WIB |
![]() |
Prabowo dan Gibran Tidak Perlu Mengundurkan Diri Dari Jabatan Mereka, Ini Aturannya Sudah Dikeluarkan Jokowi Jumat, 24 November 2023 | 14:40:14 WIB |
![]() |
![]() |
---|---|
Presiden Melantik Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto di Istana Negara Kamis, 23 November 2023 | 16:01:46 WIB |
|
![]() |
![]() |
![]() |
Likuifaksi Tanah Diduga Penyebab Banjir Bandang dan Lonsor Bebatuan Yang Terjadi di Humbahas Senin, 4 Desember 2023 | 10:37:37 WIB |
![]() |
Sosialisasikan Ganjar-Mahfud di Malang, JAMAN Gelar Senam Sehat Yang Diikuti Ribuan Masyarakat Senin, 4 Desember 2023 | 09:58:40 WIB |
![]() |
Gelar Kompetisi UMKM, Asandra Salsabila Sediakan Modal Usaha Bagi Pemenang Jumat, 1 Desember 2023 | 14:27:14 WIB |
![]() |
Sekdaprov Riau, SF Hariyanto Tak Masuk dalam Rekomendasi Tokoh Masyarakat Riau Kamis, 30 November 2023 | 22:54:02 WIB |
![]() |
Kontroversi Pernyataan Politisi PSI Ade Armando Mengenai Politik Dinasti DIY Selasa, 5 Desember 2023 | 12:03:52 WIB |
![]() |
Kejakgung Ingatkan Aparatur Desa Harus Netral dalam Pemilu 2024 Selasa, 5 Desember 2023 | 00:13:00 WIB |
![]() |
Usai Dikunjungi Kaesang, Dokter Cantik Ragilda Rachma Optimis Sukses Melenggang ke Senayan Senin, 4 Desember 2023 | 18:18:33 WIB |
![]() |
Kunjungi Kota Malang, Kaesang Ajak Influencer Sosialisasikan Prabowo-Gibran Senin, 4 Desember 2023 | 18:03:10 WIB |
![]() |
OJK Berlakukan Sanksi pada Perusahaan Asuransi Senin, 4 Desember 2023 | 12:15:23 WIB |
![]() |
Dorong Pertumbuhan Ekonomi Inklusif, Menko Airlangga Setujui Pembentukan 3 KEK Baru Jumat, 1 Desember 2023 | 13:51:27 WIB |
![]() |
Resmi Berlaku Mulai Hari ini, Pembelian Rumah Hingga Harga Rp 5 Miliar PPN nya Ditanggung Pemerintah Kamis, 30 November 2023 | 11:02:14 WIB |
![]() |
Rencananya Tahun Depan Perusahaan BUMN Indonesia Mulai Produksi Baterai Mobil Listrik Selasa, 28 November 2023 | 12:48:08 WIB |
![]() |
Jokowi Bantah Klaim Eks Ketua KPK: Tidak Pernah Minta Penghentian Kasus e-KTP Setya Novanto Senin, 4 Desember 2023 | 12:23:05 WIB |
![]() |
Siap Jatuhi Sanksi Kepada Azlansyah, DKPP Tunggu Laporan Aduan Bawaslu Jumat, 1 Desember 2023 | 19:36:00 WIB |
![]() |
Terungkap Ternyata Jokowi Pernah Marah dan Teriak kepada Ketua KPK, Minta Kasus Korupsi E-KTP Dihentikan Jumat, 1 Desember 2023 | 18:31:12 WIB |
![]() |
Mahkamah Konstitusi Menolak Gugatan Ulang terkait Persyaratan Usia Capres-Cawapres Kamis, 30 November 2023 | 13:49:53 WIB |
![]() |
DKPP RI Putuskan Rehabilitasi Nama Baik Rahmat Bagja Terkait Dua Perkara Selasa, 5 Desember 2023 | 16:44:00 WIB |
![]() |
Jangan Bandel Ya! Bawaslu 'Pelototi' Penggunaan Dana Kampanye Pemilu 2024 Selasa, 5 Desember 2023 | 15:38:00 WIB |
![]() |
Berikut Daftar 7 Hakim Agung MA Yang Disetujui Dalam Paripurna DPR Hari ini Selasa, 5 Desember 2023 | 15:15:38 WIB |
![]() |
Bawaslu Inginkan Pemilih Pemula jadi Aktor Utama Pengawasan Pemilu 2024 Selasa, 5 Desember 2023 | 14:41:00 WIB |
![]() |
Tolak Hamas Berkuasa di Gaza, Wakil Presiden Amerika Kritisi Banyaknya Warga Palestina Yang Tewas Senin, 4 Desember 2023 | 09:44:39 WIB |
![]() |
Israel dan Hamas Perpanjang Gencatan Senjata Kamis, 30 November 2023 | 13:41:36 WIB |
![]() |
Desak PBB, UNICEF Tegaskan Jalur Gaza Adalah Tempat Paling Berbahaya di Dunia Bagi Anak-anak Jumat, 24 November 2023 | 10:25:11 WIB |
![]() |
Israel Akhirnya Setujui Gencatan Senjata di Gaza Usai Dimediasi Qatar Rabu, 22 November 2023 | 11:01:06 WIB |
![]() |
Radja Nainggolan Resmi Gabung Bhayangkara FC: Perjalanan dari Serie A ke Liga 1 Kamis, 30 November 2023 | 14:48:19 WIB |
![]() |
Piala Asia, Timnas U-23 Indonesia Berada Dalam Ancaman di Group 'Neraka' Kamis, 23 November 2023 | 22:30:53 WIB |
![]() |
Usai Kalah Dibantai Irak Dengan 5 Gol, Shin Tae-yong Pastikan Akan Ada Pembalasan Jumat, 17 November 2023 | 12:26:50 WIB |
![]() |
Delapan Perwakilan Indonesia di French Open 2023: Jadwal Lengkap Pertandingan Selasa, 24 Oktober 2023 | 14:16:00 WIB |
Kontestasi politik Indonesia untuk meraih atau memengaruhi distribusi kekuasaan kian sengit dan kontroversial. Manuver dan intrik politik seputar pilpres menjustifikasi dan mereanimasi strategi Machiavellian. Politik hanya bersasaran merebut atau mengamankan kekuasaan. Semua aspek lain disubordinasikan sebagai sarana. Tujuan wajib menghalalkan segala cara.
Machiavelli sepertinya mengeluarkan politikus dan penguasa dari koridor etika. Nafsu berkuasa tak harus mengindahkan hukum dan moralitas. Politik dan moral mesti dipisahkan. Tolok ukur kiat agen politik bukanlah baik-buruk atau benar-salah, melainkan efisiensi dan efektivitas membasmi saingan dan menyabet hegemoni.
Wacana substansial serupa ditemukan dalam esai ”Truth and Politics” (1967) Hannah Arendt: tak seorang pun yang sangsi, kebenaran dan politik berkorelasi buruk. Hemat Niklas Luhmann, geliat politik bukan untuk menemukan kebenaran, melainkan mengegolkan kekuasaan. Kebenaran bukan urusan politik, melainkan berkaitan dengan ranah ilmu pengetahuan, hukum, jurnalistik, serta sejarawan dan profesi lain.
Dampaknya, para politikus tak serius memakai fakta untuk memperkuat argumen. Fakta termasuk bagian kebenaran yang tak bisa diubah sehingga aktor politik berupaya memanipulasinya. Kritik dan tuduhan penyelewengan dianggap riak kecil yang bisa diredakan, tak di tanggapi serius. Anjing menggonggong, kafilah berlalu.
Mengacu tesis ini, kita tak boleh berharap para politikus selalu mengatakan kebenaran seputar modus operandi politik.
Mengacu tesis ini, kita tak boleh berharap para politikus selalu mengatakan kebenaran seputar modus operandi politik. Mereka tak selalu harus mengatakan yang sebenarnya karena kejujuran total, jalur benar dan legal, bisa berkonsekuensi fatal dan sangat merugikan.
Politikus tak takut memutarbalikkan atau membumbui fakta demi kejayaan politik. Otto von Bismarck menegaskan, kebohongan sangat masif menjelang pemilu, selama perang, dan setelah berburu. Kejujuran dan kebenaran melakoni peran sekunder dalam krida politik. Kebohongan jadi instrumen legitimasi dalam arena politik.
Kepercayaan publik
Kebohongan dianggap lumrah. Ia bukan komponen asing dalam pola komunikasi politik. Komunikasi politik umumnya komunikasi kekuasaan yang berfungsi menegaskan diri dan mengonsolidasi koalisi.
Kebohongan dalam politik lazimnya menyangkut pernyataan dan aksi yang dirancang. Yang dikomunikasikan ke publik berbeda dengan yang sebenarnya, yang ada di balik layar. Kebohongan politik berada pada level seni bertutur dan bermain.
Langkah politik biasanya bercorak utilitaris dan pragmatis, yang memperbolehkan kebohongan demi mencegah kerugian signifikan. Immanuel Kant mengatakan, kebohongan tak pernah boleh dibenarkan. Menurut dia, pembohong melanggar imperatif sosial, yakni setiap orang berhak jujur kepada orang lain. Ia mempromosikan budaya politik yang jujur. Kejujuran adalah praksis politik ideal.
Meski kebohongan sistematis relevan dan efektif untuk sistem otoriter, budaya kebohongan jadi masalah serius bagi demokrasi. Demokrasi dikonstruksi di atas kepercayaan, kontrol, dan transparansi. Demokrasi berlandaskan kepercayaan resiprokal warga dan pemimpin. Budaya dan praktik kebohongan mengeruhkan relasi ini. Hilangnya kepercayaan warga mengakibatkan alienasi dan apatis politik. Rasa dibohongi merusak budaya politik dan membahayakan stabilitas demokrasi.
Aneka komponen penyokong demokrasi harus berani membongkar kebohongan, agar tercipta sanksi publik atas aktor politik yang licik. Kesinambungan demokrasi yang sehat butuh budi daya spirit kejujuran. Protagonis politik dan kekuasaan bertanggung jawab atas progres budaya politik yang jujur di tengah godaan kebohongan yang profitabel.
Perlu diingat, orang jujur belum tentu bodoh. Rakyat akan sangat respek terhadap figur publik yang jujur. Kebohongan hanya berfungsi efektif jika terdapat warga yang membiarkan diri dibohongi atau menoleransi kebohongan. Di sini sangat urgen porsi skepsis yang sehat terhadap komunikasi politik.
Warga hendaknya mengasah kompetensi untuk mendiferensi informasi dan melihat manuver yang dipresentasikan secara kritis. Kiprah politik kebohongan harus dijawab dengan ketidakpercayaan. Tujuan yang baik dan luhur sekalipun tak boleh diizinkan menghalalkan cara di negara hukum yang demokratis. Demokrasi dan respek menagih kejujuran.
Politikus ditantang berani bersikap jujur, apa pun konsekuensinya. Michel de Montagna mengatakan, ”Pribadi yang jujur lebih memilih kehilangan kehormatan ketimbang kehilangan nurani yang bersih.”
Penulis : Fidelis Regi Waton
Pengajar Filsafat di KHKT, Jerman