'
22 Jumadil Awwal 1445 H | Selasa, 5 Desember 2023
SUPERNEWS
Tolak Pemutihan 3,3Juta Hektar Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan, Pemerintah Jokowi Dituding Hanya Untungkan Pengusaha Nakal
supernews | Jumat, 3 November 2023 | 14:20:00 WIB
Editor : Bachtiar | Penulis : Tim
Ilustrasi kebun sawit dalam kawasan hutan

Jakarta, (Supernews)- Kalangan organisasi lingkungan mendesak pemerintah meninjau ulang rencana pemutihan kebun sawit di kawasan hutan seluas 3,3 juta hektar di Indonesia. Mereka menyebut, kebijakan itu membahayakan lingkungan dan cenderung menguntungkan korporasi besar.

Seturut identifikasi Pantau Gambut, dari keseluruhan kebun sawit yang hendak diputihkan sekitar 407.000 hektar atau 13-14%, berada di kesatuan hidrologis gambut (KHG).Kawasan-kawasan  itu berada dalam kategori rentan terbakar.

Wahyu Perdana, Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut mengatakan, sebanyak 72% kebun sawit di KHG yang akan diputihkan berada dalam kategori rentan terbakar tingkat sedang (medium risk), 27% kategori rentan terbakar tingkat tinggi (high risk).

“Analisa sepanjang 2023, medium dan high risk yang kami proyeksikan pada Maret (terjadi kebakaran hutan), itu terjadi sekarang. Di area KHG saja,” katanya, dalam keterangan bersama TuK Indonesia, Pantau Gambut dan Greenpeace Indonesia, 25 Oktober lalu.

Pantau Gambut juga mendapati 11 grup korporasi dalam skema pemutihan di KHG, yang punya histori luasan area terbakar pada karhutla 2015-2020. Temuan itu, mereka peroleh setelah mengolah data burn area Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Ironisnya, 91,64% pemegang konsesi tidak menanggulangi dan memulihkan kerusakan ekosistem gambut akibat karhutla yang terjadi di wilayahnya,” kata Wahyu.

Pantau Gambut juga mendapati, dari 32 perusahaan sawit yang beroperasi di area KHG, hanya lima yang benar-benar berada di ekosistem gambut dengan fungsi budidaya. Sedangkan, 27 perusahaan (84%) beroperasi di ekosistem gambut dengan fungsi lindung.

Atas situasi itu, Wahyu menilai, kebijakan pemutihan 3,3 juta hektar kebun sawit di kawasan hutan bertentangan dengan komitmen nationally determined contributions (NDC) Indonesia. Juga, menimbulkan pertanyaan terkait supremasi penegakan hukum bidang lingkungan hidup dan berdampak negatif bagi citra Indonesia sebagai pengusung ekonomi hijau.

Dari sisi ekonomi, Tuk Indonesia dalam studi kasus di Kalimantan Tengah (Kalteng) menemukan, realisasi pajak dari sektor sawit jauh dari potensi penerimaan. Padahal, pendapatan negara disebut sebagai salah satu alasan pemutihan kebun sawit di kawasan hutan.

Abdul Haris, pengkampanye TuK Indonesia mengatakan, dari potensi Rp6,4 triliun, perkebunan sawit di Kalteng disebut hanya mampu merealisasikan Rp2,3 triliun. Angka itupun disebut realisasi pajak dari seluruh sektor.

“Temuan itu menunjukkan tidak rasionalnya jadikan pendapatan negara sebagai alasan memutihkan kebun sawit di kawasan hutan,” katanya.

Ditambah lagi, dari 320 usaha yang akan diputihkan, hanya 72 terdaftar di Kalteng. Selebihnya, 173 usaha tak memiliki izin perkebunan.

Dia juga mengingatkan,  lembaga jasa keuangan untuk memperhatikan masalah ini. Berdasarkan catatan Tuk Indonesia, terdapat 25 kelompok perusahaan besar yang mendapat sokongan pembiayaan dari lembaga jasa keuangan.

Perusahaan-perusahaan itu disebut memiliki total lahan perkebunan seluas 3,9 juta hektar di Indonesia.

Aris menilai, jasa keuangan tidak bisa terpisahkan dari masalah ini. Apalagi, produk-produk sawit di kawasan hutan akan mengalir ke negara-negara rantai pasok, seperti Amerika dan Eropa. Negara-negara yang disebutnya punya standar berkelanjutan.

“Ini seharusnya mejadi perhatian serius lembaga jasa keuangan dalam mengevaluasi pembiayaan terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti menanam sawit di dalam kawasan hutan, bahkan terlibat dalam kebakaran hutan,” katanya.

Tiga fase

Rencana pemutihan kebun sawit di kawasan hutan bukanlah yang pertama kali terjadi. Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, melalui PP 60 tahun 2012, pemerintah telah memberi peluang pelepasan kawasan hutan.

Syaratnya, pemegang izin di areal hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) wajib mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan kepada menteri. “Dengan batas waktu paling lama enam bulan,” katanya.

Pada fase kedua, PP 60/2012 diubah jadi PP 104/2015. Lewat PP ini, masa tenggang mengajukan pelepasan kawasan hutan juga bertambah jadi satu tahun. Selain itu, perkebunan di kawasan hutan lindung dan konservasi diberi kesempatan melanjutkan usaha selama satu daur tanaman pokok.

“Di kedua fase itu, perusahaan-perusahaan masih ekspansi kawasan hutan. Padahal, ada UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, tegas melarang aktivitas di luar kehutanan. Bawa golok saja bisa dipidana. Tapi perusahaan masih menebang di kawasan hutan,” ujar Syahrul.

Di fase ketiga, UU Cipta Kerja menyisipkan dua pasal dalam UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pasal 110 A menyediakan masa tenggang selama tiga tahu–hingga 2 November 2023–bagi setiap orang yang memiliki perizinan berusaha dalam kawasan hutan untuk menyelesaikan persyaratan. Juga, mengubah sanksi pidana jadi sanksi administratif, seperti denda atau pencabutan perizinan berusaha.

Lalu, Pasal 110 B mengatur pemberian sanksi bagi setiap orang yang tanpa memiliki perizinan berusaha, melakukan kegiatan lain di kawasan hutan, sebelum 2 November 2023.

Sanksi yang dimaksud adalah penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif dan paksaan pemerintah.

“Perkebunan sawit yang beroperasi ilegal adalah pihak paling diuntungkan dengan UU Cipta Kerja. Termasuk Pasal 110 A dan 110 B yang memberikan peluang pemutihan untuk sawit-sawit ilegal di kawasan hutan ini,” lanjutnya.

Berdasarkan catatan Greenpeace dan TheTreeMap, total tanaman sawit dalam kawasan hutan di Indonesia seluas 3.118.804 hektar. Sawit-sawit itu juga berada di hutan konservasi dan lindung, masing-masing seluas 90.200 hektar dan 146.871 hektar.

Syahrul menilai, persoalan itu memperlihatkan tata kelola buruk, tidak ada transparansi dan penegakan hukum lemah. Alih-alih memperbaiki, pemerintah justru memutihkan kebun sawit di kawasan hutan.

Mereka mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuka nama-nama perusahaan yang akan diputihkan pada 2 November ini. 

“Artinya, setelah itu tidak ada lagi mekanisme pemutihan,” katanya.

Apa kata pemerintah? Bambang Hendroyono, Sekjen KLHK mengatakan, pendekatan hukum dalam UU Cipta Kerja adalah ultimum remedium atau mengedepankan sanksi administratif.

Pengenaan sanksi administratif,  katanya, untuk memberi ruang bagi kelompok masyarakat di dalam kawasan. 

“Kebijakan ini hanya berlaku bagi yang sudah beraktivitas dalam kawasan sebelum UU Cipta Kerja. Jika masih melakukan kegiatan setelah UU Cipta Kerja disahkan, langsung kena penegakan hukum dengan mengedepankan sanksi pidana, tidak berlaku lagi sanksi administratif,” kata Bambang.

Luhut B. Pandjaitan,  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menyebut, akan menindak tegas pelaku usaha yang tak menghiraukan upaya pemerintah memperbaiki tata kelola sawit.

Berdasarkan tangkapan satelit 2021, tutupan sawit diketahui mencapai 16,8 juta hektar, dengan 3,3 juta hektar dalam kawasan hutan. Dari hasil audit, pemerintah menemukan banyak perusahaan belum memiliki izin seperti Izin Lokasi, perkebunan, dan hak guna usaha.

“Kami berharap, persoalan ini dapat diselesaikan dengan mekanisme Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja,” kata Luhut dikutip dari situs Kemenko Marves.

“Ke depan, satgas akan mendorong setiap pelaku usaha berkewajiban melengkapi izin-izin yang diperlukan,” lanjutnya.**

Index
DKPP RI Putuskan Rehabilitasi Nama Baik Rahmat Bagja Terkait Dua Perkara
Jangan Bandel Ya! Bawaslu 'Pelototi' Penggunaan Dana Kampanye Pemilu 2024
Anggota Komisi II DPR Tolak Usulan Pemerintah Tentang RUU DKI Jakarta Yang Inginkan Gubernur Dipilih dan Ditunjuk Oleh Presiden
Berikut Daftar 7 Hakim Agung MA Yang Disetujui Dalam Paripurna DPR Hari ini
Bawaslu Inginkan Pemilih Pemula jadi Aktor Utama Pengawasan Pemilu 2024
Bahas Izin Mendirikan TPS, KPU Rakor Bersama PPLN Hong Kong dan Makau
KPU Pastikan Debat Capres-Cawapres 2024 Pertama dan Terakhir di Kantornya
TNI Integratif Bersinergi Dengan Kementan RI Dukung Ketahanan Pangan Wujudkan Swasembada Pangan
Kontroversi Pernyataan Politisi PSI Ade Armando Mengenai Politik Dinasti DIY
Jadwal Pengumuman Hasil Tes PPPK 2023 dan Tahapan Selanjutnya yang Wajib Diikuti
supernews
Jokowi Didesak Setop Main-main Perangkat Negara di Pemilu 2024 Dan Segera Mundur Dari Jabatan Presiden
Tolak Pemutihan 3,3Juta Hektar Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan, Pemerintah Jokowi Dituding Hanya Untungkan Pengusaha Nakal
Di Indonesia Ternyata Jumlah Pekerja China Lebih Mendominasi dan Tidak Sebanding Dengan Nilai Investasinya
Tak Kunjung Ditindak, Rp 1 Triliun Uang Hasil Kejahatan Lingkungan Disebut-sebut Masuk ke Partai Politik
Index
Duh, Gibran Kepleset Sebut Asam Folat Jadi Asam Sulfat
Duh, Gibran Kepleset Sebut Asam Folat Jadi Asam Sulfat
Selasa, 5 Desember 2023 | 11:16:00 WIB
Kejakgung Ingatkan Aparatur Desa Harus Netral dalam Pemilu 2024
Gibran Bagi-Bagi Susu di CFD Sudirman-Thamrin, Bawaslu Jakarta: Tidak Boleh!
Usai Dikunjungi Kaesang, Dokter Cantik Ragilda Rachma Optimis Sukses Melenggang ke Senayan
Kunjungi Kota Malang, Kaesang Ajak Influencer Sosialisasikan Prabowo-Gibran
Ogah Kebobolan Pelanggaran Pemilu 2024, Bawaslu 'Gercep' Bentuk Tim Pengawasan Kampanye
KPU Tekankan Lembaganya Tidak Pernah Merencanakan Hapus Debat Cawapres
KPU Akui Muncul Pembahasan Kehadiran Capres-Cawapres Dalam Debat Secara Bersamaan
Informasikan Polri-KPU, BSSN Serahkan Laporan Investigasi Forensik Digital DPT Pemilu
Komisi II DPR Tegaskan Honorer Bekerja Lima Tahun Harus Diangkat PPPK
pemerintahan
Jelang Masa Jabatannya Berakhir, Jokowi Minta Pembangunan di Daerah Selaras dengan Pusat
Pemerintah Berencana Beri Insentif Lebih Bagi Guru Yang Ditugaskan di Daerah Tertinggal
Masuki Masa Kampanye, Bawaslu Imbau Peserta Pemilu Lebih Kedepankan Visi-Misi
Prabowo dan Gibran Tidak Perlu Mengundurkan Diri Dari Jabatan Mereka, Ini Aturannya Sudah Dikeluarkan Jokowi
Image Show
Pesawat Latih TNI AU Jatuh di Gunung Bromo
Kamis, 16 November 2023 | 23:42:18 WIB
 
Kabaharkam Bahas Netralitas Polri
Kamis, 16 November 2023 | 00:40:53 WIB
Joko Widodo saat memberikan kuliah umum di Luar Negeri
Kamis, 16 November 2023 | 00:40:53 WIB
daerah
Likuifaksi Tanah Diduga Penyebab Banjir Bandang dan Lonsor Bebatuan Yang Terjadi di Humbahas
Sosialisasikan Ganjar-Mahfud di Malang, JAMAN Gelar Senam Sehat Yang Diikuti Ribuan Masyarakat
Gelar Kompetisi UMKM, Asandra Salsabila  Sediakan Modal Usaha Bagi Pemenang
Sekdaprov Riau, SF Hariyanto Tak Masuk dalam Rekomendasi Tokoh Masyarakat Riau
Politik
Kontroversi Pernyataan Politisi PSI Ade Armando Mengenai Politik Dinasti DIY
Kejakgung Ingatkan Aparatur Desa Harus Netral dalam Pemilu 2024
Usai Dikunjungi Kaesang, Dokter Cantik Ragilda Rachma Optimis Sukses Melenggang ke Senayan
Kunjungi Kota Malang, Kaesang Ajak Influencer Sosialisasikan Prabowo-Gibran

ekonomi
OJK Berlakukan Sanksi pada Perusahaan Asuransi
OJK Berlakukan Sanksi pada Perusahaan Asuransi
Senin, 4 Desember 2023 | 12:15:23 WIB
Dorong Pertumbuhan Ekonomi Inklusif, Menko Airlangga Setujui Pembentukan 3 KEK Baru
Resmi Berlaku Mulai Hari ini, Pembelian Rumah Hingga Harga Rp 5 Miliar PPN nya Ditanggung Pemerintah
Rencananya Tahun Depan Perusahaan BUMN Indonesia Mulai Produksi Baterai Mobil Listrik
Hukum
Jokowi Bantah Klaim Eks Ketua KPK: Tidak Pernah Minta Penghentian Kasus e-KTP Setya Novanto
Siap Jatuhi Sanksi Kepada Azlansyah, DKPP Tunggu Laporan Aduan Bawaslu
Terungkap Ternyata Jokowi Pernah Marah dan Teriak kepada Ketua KPK, Minta Kasus Korupsi E-KTP Dihentikan
Mahkamah Konstitusi Menolak Gugatan Ulang terkait Persyaratan Usia Capres-Cawapres
Nasional
DKPP RI Putuskan Rehabilitasi Nama Baik Rahmat Bagja Terkait Dua Perkara
Jangan Bandel Ya! Bawaslu 'Pelototi' Penggunaan Dana Kampanye Pemilu 2024
Berikut Daftar 7 Hakim Agung MA Yang Disetujui Dalam Paripurna DPR Hari ini
Bawaslu Inginkan Pemilih Pemula jadi Aktor Utama Pengawasan Pemilu 2024

internasional
Tolak Hamas Berkuasa di Gaza, Wakil Presiden Amerika Kritisi Banyaknya Warga Palestina Yang Tewas
Israel dan Hamas Perpanjang Gencatan Senjata
Israel dan Hamas Perpanjang Gencatan Senjata

Kamis, 30 November 2023 | 13:41:36 WIB
Desak PBB, UNICEF Tegaskan Jalur Gaza Adalah Tempat Paling Berbahaya di Dunia Bagi Anak-anak
Israel Akhirnya Setujui Gencatan Senjata di Gaza Usai Dimediasi Qatar
olahraga
Radja Nainggolan Resmi Gabung Bhayangkara FC: Perjalanan dari Serie A ke Liga 1
Piala Asia, Timnas U-23 Indonesia Berada Dalam Ancaman di Group 'Neraka'
Usai Kalah Dibantai Irak Dengan 5 Gol, Shin Tae-yong Pastikan Akan Ada Pembalasan
Delapan Perwakilan Indonesia di French Open 2023: Jadwal Lengkap Pertandingan

Popular

News Popular
Politik
Ekonomi
Hukum
Nasional
Super News
Daerah

SUPERNEWS
Tolak Pemutihan 3,3Juta Hektar Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan, Pemerintah Jokowi Dituding Hanya Untungkan Pengusaha Nakal
supernews | Jumat, 3 November 2023 | 14:20:00 WIB
Editor : Bachtiar | Penulis : Tim
Ilustrasi kebun sawit dalam kawasan hutan
Pilihan Redaksi

Jakarta, (Supernews)- Kalangan organisasi lingkungan mendesak pemerintah meninjau ulang rencana pemutihan kebun sawit di kawasan hutan seluas 3,3 juta hektar di Indonesia. Mereka menyebut, kebijakan itu membahayakan lingkungan dan cenderung menguntungkan korporasi besar.

Seturut identifikasi Pantau Gambut, dari keseluruhan kebun sawit yang hendak diputihkan sekitar 407.000 hektar atau 13-14%, berada di kesatuan hidrologis gambut (KHG).Kawasan-kawasan  itu berada dalam kategori rentan terbakar.

Wahyu Perdana, Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut mengatakan, sebanyak 72% kebun sawit di KHG yang akan diputihkan berada dalam kategori rentan terbakar tingkat sedang (medium risk), 27% kategori rentan terbakar tingkat tinggi (high risk).

“Analisa sepanjang 2023, medium dan high risk yang kami proyeksikan pada Maret (terjadi kebakaran hutan), itu terjadi sekarang. Di area KHG saja,” katanya, dalam keterangan bersama TuK Indonesia, Pantau Gambut dan Greenpeace Indonesia, 25 Oktober lalu.

Pantau Gambut juga mendapati 11 grup korporasi dalam skema pemutihan di KHG, yang punya histori luasan area terbakar pada karhutla 2015-2020. Temuan itu, mereka peroleh setelah mengolah data burn area Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Ironisnya, 91,64% pemegang konsesi tidak menanggulangi dan memulihkan kerusakan ekosistem gambut akibat karhutla yang terjadi di wilayahnya,” kata Wahyu.

Pantau Gambut juga mendapati, dari 32 perusahaan sawit yang beroperasi di area KHG, hanya lima yang benar-benar berada di ekosistem gambut dengan fungsi budidaya. Sedangkan, 27 perusahaan (84%) beroperasi di ekosistem gambut dengan fungsi lindung.

Atas situasi itu, Wahyu menilai, kebijakan pemutihan 3,3 juta hektar kebun sawit di kawasan hutan bertentangan dengan komitmen nationally determined contributions (NDC) Indonesia. Juga, menimbulkan pertanyaan terkait supremasi penegakan hukum bidang lingkungan hidup dan berdampak negatif bagi citra Indonesia sebagai pengusung ekonomi hijau.

Dari sisi ekonomi, Tuk Indonesia dalam studi kasus di Kalimantan Tengah (Kalteng) menemukan, realisasi pajak dari sektor sawit jauh dari potensi penerimaan. Padahal, pendapatan negara disebut sebagai salah satu alasan pemutihan kebun sawit di kawasan hutan.

Abdul Haris, pengkampanye TuK Indonesia mengatakan, dari potensi Rp6,4 triliun, perkebunan sawit di Kalteng disebut hanya mampu merealisasikan Rp2,3 triliun. Angka itupun disebut realisasi pajak dari seluruh sektor.

“Temuan itu menunjukkan tidak rasionalnya jadikan pendapatan negara sebagai alasan memutihkan kebun sawit di kawasan hutan,” katanya.

Ditambah lagi, dari 320 usaha yang akan diputihkan, hanya 72 terdaftar di Kalteng. Selebihnya, 173 usaha tak memiliki izin perkebunan.

Dia juga mengingatkan,  lembaga jasa keuangan untuk memperhatikan masalah ini. Berdasarkan catatan Tuk Indonesia, terdapat 25 kelompok perusahaan besar yang mendapat sokongan pembiayaan dari lembaga jasa keuangan.

Perusahaan-perusahaan itu disebut memiliki total lahan perkebunan seluas 3,9 juta hektar di Indonesia.

Aris menilai, jasa keuangan tidak bisa terpisahkan dari masalah ini. Apalagi, produk-produk sawit di kawasan hutan akan mengalir ke negara-negara rantai pasok, seperti Amerika dan Eropa. Negara-negara yang disebutnya punya standar berkelanjutan.

“Ini seharusnya mejadi perhatian serius lembaga jasa keuangan dalam mengevaluasi pembiayaan terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti menanam sawit di dalam kawasan hutan, bahkan terlibat dalam kebakaran hutan,” katanya.

Tiga fase

Rencana pemutihan kebun sawit di kawasan hutan bukanlah yang pertama kali terjadi. Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, melalui PP 60 tahun 2012, pemerintah telah memberi peluang pelepasan kawasan hutan.

Syaratnya, pemegang izin di areal hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) wajib mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan kepada menteri. “Dengan batas waktu paling lama enam bulan,” katanya.

Pada fase kedua, PP 60/2012 diubah jadi PP 104/2015. Lewat PP ini, masa tenggang mengajukan pelepasan kawasan hutan juga bertambah jadi satu tahun. Selain itu, perkebunan di kawasan hutan lindung dan konservasi diberi kesempatan melanjutkan usaha selama satu daur tanaman pokok.

“Di kedua fase itu, perusahaan-perusahaan masih ekspansi kawasan hutan. Padahal, ada UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, tegas melarang aktivitas di luar kehutanan. Bawa golok saja bisa dipidana. Tapi perusahaan masih menebang di kawasan hutan,” ujar Syahrul.

Di fase ketiga, UU Cipta Kerja menyisipkan dua pasal dalam UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pasal 110 A menyediakan masa tenggang selama tiga tahu–hingga 2 November 2023–bagi setiap orang yang memiliki perizinan berusaha dalam kawasan hutan untuk menyelesaikan persyaratan. Juga, mengubah sanksi pidana jadi sanksi administratif, seperti denda atau pencabutan perizinan berusaha.

Lalu, Pasal 110 B mengatur pemberian sanksi bagi setiap orang yang tanpa memiliki perizinan berusaha, melakukan kegiatan lain di kawasan hutan, sebelum 2 November 2023.

Sanksi yang dimaksud adalah penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif dan paksaan pemerintah.

“Perkebunan sawit yang beroperasi ilegal adalah pihak paling diuntungkan dengan UU Cipta Kerja. Termasuk Pasal 110 A dan 110 B yang memberikan peluang pemutihan untuk sawit-sawit ilegal di kawasan hutan ini,” lanjutnya.

Berdasarkan catatan Greenpeace dan TheTreeMap, total tanaman sawit dalam kawasan hutan di Indonesia seluas 3.118.804 hektar. Sawit-sawit itu juga berada di hutan konservasi dan lindung, masing-masing seluas 90.200 hektar dan 146.871 hektar.

Syahrul menilai, persoalan itu memperlihatkan tata kelola buruk, tidak ada transparansi dan penegakan hukum lemah. Alih-alih memperbaiki, pemerintah justru memutihkan kebun sawit di kawasan hutan.

Mereka mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuka nama-nama perusahaan yang akan diputihkan pada 2 November ini. 

“Artinya, setelah itu tidak ada lagi mekanisme pemutihan,” katanya.

Apa kata pemerintah? Bambang Hendroyono, Sekjen KLHK mengatakan, pendekatan hukum dalam UU Cipta Kerja adalah ultimum remedium atau mengedepankan sanksi administratif.

Pengenaan sanksi administratif,  katanya, untuk memberi ruang bagi kelompok masyarakat di dalam kawasan. 

“Kebijakan ini hanya berlaku bagi yang sudah beraktivitas dalam kawasan sebelum UU Cipta Kerja. Jika masih melakukan kegiatan setelah UU Cipta Kerja disahkan, langsung kena penegakan hukum dengan mengedepankan sanksi pidana, tidak berlaku lagi sanksi administratif,” kata Bambang.

Luhut B. Pandjaitan,  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menyebut, akan menindak tegas pelaku usaha yang tak menghiraukan upaya pemerintah memperbaiki tata kelola sawit.

Berdasarkan tangkapan satelit 2021, tutupan sawit diketahui mencapai 16,8 juta hektar, dengan 3,3 juta hektar dalam kawasan hutan. Dari hasil audit, pemerintah menemukan banyak perusahaan belum memiliki izin seperti Izin Lokasi, perkebunan, dan hak guna usaha.

“Kami berharap, persoalan ini dapat diselesaikan dengan mekanisme Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja,” kata Luhut dikutip dari situs Kemenko Marves.

“Ke depan, satgas akan mendorong setiap pelaku usaha berkewajiban melengkapi izin-izin yang diperlukan,” lanjutnya.**


Artikel Terbaru
Selasa, 5 Desember 2023 | 11:16:00 WIB